Sistem Informasi Penelusuran Perkara
PENGADILAN NEGERI GUNUNG SITOLI
INFORMASI DETAIL PERKARA



Nomor Perkara Pemohon Termohon Status Perkara
5/Pid.Pra/2022/PN Gst HALIM PERDAMAIAN Kepolisian R.I Cq. Kepolisian Daerah Sumut Cq. Kepolisian Resor Nisel Minutasi
Tanggal Pendaftaran Senin, 25 Apr. 2022
Klasifikasi Perkara Sah atau tidaknya penyitaan
Nomor Perkara 5/Pid.Pra/2022/PN Gst
Tanggal Surat Senin, 25 Apr. 2022
Nomor Surat ooooo
Pemohon
NoNama
1HALIM PERDAMAIAN
Termohon
NoNama
1Kepolisian R.I Cq. Kepolisian Daerah Sumut Cq. Kepolisian Resor Nisel
Kuasa Hukum Termohon
Petitum Permohonan

berdasarkan surat kuasa khusus bertanggal 21 April 2022 (terlampir), untuk selanjutnya disebut sebagai-------------------------------------------------------------Pemohon;

dengan ini mengajukan permohonan pemeriksaan Praperadilan terhadap:

KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA cq KEPOLISIAN DAERAH SUMATERA UTARA cq KEPOLISIAN RESOR NIAS SELATAN, berkedudukan di Jalan Mohammat Hatta No. 1, Pasar Teluk Dalam, Teluk Dalam, Kabupaten Nias Selatan, Provinsi Sumatera Utara (22865), untuk selanjutnya disebut sebagai-TERMOHON;

Bahwa adapun dasar dan alasan pengajuan permohonan Praperadilan ini adalah sebagai berikut:

KEWENANGAN PENGADILAN NEGERI GUNUNGSITOLI

I.1.    Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 77 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (“selanjutnya disebut KUHAP”) menyebutkan : “Pengadilan negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini tentang:

Sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan;

Ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.”

 

Bahwa Pasal 78 ayat (1) KUHAP menyebutkan:

“Yang melaksanakan wewenang pengadilan negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 adalah praperadilan”;

 

Bahwa Pasal 82 ayat (1) huruf b KUHAP menyebutkan :

“Acara pemeriksaan praperadilan untuk hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79, Pasal 80 dan Pasal 81 ditentukan sebagai berikut:

dalam memeriksa dan memutus tentang sah atau tidaknya penangkapan atau penahanan, sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penuntutan, permintaan ganti kerugian dan atau rehabilitasi akibat tidak sahnya penangkapan atau penahanan, akibat sahnya penghentian penyidikan atau penuntutan dan ada benda yang disita yang tidak termasuk alat pembuktian, hakim mendengar keterangan baik dari tersangka atau pemohon maupun dari pejabat yang berwenang.”

 

I.2.    Bahwa dalam Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, hakim memiliki peranan penting dalam menegakkan hukum dan keadilan. Dalam UU 48/2009 itu, hakim tidak boleh menolak suatu perkara hanya karena tidak diatur oleh peraturan perundang-undangan. Hakim memiliki peranan untuk menemukan hukum. Hal itu ditegaskan dalam Pasal 10 ayat (1) dan Pasal 5 ayat (1) UU 48/2009, yang berbunyi sebagai berikut:

 

Pasal 10 ayat (1) UU 48/2009::

Pasal 5 ayat (1) UU 48/2009:

 

I.3.    Bahwa berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 21/PUU-XII/2014 tentang Pengujian Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

tentang Hukum Acara Pidana terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, tanggal 28 April 2015 telah memutuskan pada tingkat pertama dan terakhir (final dan mengikat), yakni:

“… Frasa “bukti permulaan, “bukti permulaan yang cukup”, dan “bukti yang cukup” sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981, Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai bahwa “bukti permulaan, “bukti permulaan yang cukup”, dan “bukti yang cukup” adalah minimal dua alat bukti yang termuat dalam Pasal 184 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana;

Frasa “bukti permulaan, “bukti permulaan yang cukup”, dan “bukti yang cukup” sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981, Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai bahwa “bukti permulaan, “bukti permulaan yang cukup”, dan “bukti yang cukup” adalah minimal dua alat bukti yang termuat dalam Pasal 184 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana;

Pasal 77 huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981, Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai termasuk penetapan tersangka, penggeledahan, dan penyitaan (bold oleh Pemohon);

Pasal 77 huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981, Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai termasuk penetapan tersangka, penggeledahan, dan penyitaan” (bold oleh Pemohon);

 

Dengan kata lain, penetapan tersangka, penggeledahan dan PENYITAAN, adalah masuk objek Praperadilan;

I.4.    Bahwa berdasarkan uraian sebagaimana disebutkan di atas dan didasarkan pada Putusan Mahkamah Konstitusi RI Nomor 21/PUU-XII/2014, tanggal 28 April 2015 yang bersifat final dan mengikat, maka dapat dikatakan bahwa Pengadilan Negeri Gunungsitoli berwenang mengadili permohonan Praperadilan untuk menilai keabsahan tindakan penyidik (ic. Penyidik Kepolisian Resor Nias Selatan), yakni, salah satunya tentang penyitaan berupa mobil truk nomor polisi BK 9394 BM. Sementara itu, mengingat kedudukan hukum Termohon (in casu Kepolisian Negara Republik Indonesia cq. Kepolisian Daerah Sumatera Utara, cq. Kepolisian Resor Nias Selatan berkedudukan di,

Jalan Mohammat Hatta No. 1, Pasar Teluk Dalam, Teluk Dalam, Kabupaten Nias Selatan, Provinsi Sumatera Utara, dimana secara yuridis masuk dalam wilayah hukum atau domain kewenangan Pengadilan Negeri Gunungsitoli, maka Pengadilan Negeri Gunungsitoli tersebut berwenang memeriksa dan mengadilan permohonan Praperadilan ini;

 

KEDUDUKAN HUKUM (LEGAL STANDING) PEMOHON

II.1.   Bahwa oleh karena Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014, tanggal 28 April 2015 telah dinyatakan bahwa penyitaan masuk salah satu objek praperadilan, maka menurut hemat Pemohon, sejalan dengan Pasal 79 KUHAP, permintaan pemeriksaan tentang sah atau tidaknya suatu penyitaan diajukan oleh pemilik barang yang disita atau dari siapa benda itu disita;

 

II.2.   Bahwa Pemohon adalah pemilik mobil dengan nomor polisi BK 9394 BM. Mobil tersebut digunakan untuk mengangkut barang-barang kebutuhan pokok dari Teluk Dalam ke Pulau Tello, Kabputen Nias Selatan untuk diperdagangkan di sana. Dan, ketika ke Pulau Tello, mobil dimaksud selalu di parkir di pelabuhan Pulau Tello karena mobil truk tidak bisa masuk ke jalan raya Pulau Tello mengingat jalan di sana sempit. Hal itu sudah menjadi kesepakatan masyarakat dan pemerintah di sana. Jadi, jika ada barang yang hendak di bawa ke toko-toko atau ke warung-warung di sana, harus memakai mobil kecil/pick-up seperti L-300;

 

II.3.   bahwa ternyata ketika mobil milik Pemohon nomor polisi BK 9394 BM dipakai oleh Benny Juniman Butar-Butar selaku pemilik UD BENNY beralamat di Pasar Pulau Tello, Kel. Pasar Pulau Tello, Kec. Pulau-Pulau Batu, Kabupaten Nias Selatan, Provinsi Sumatera Utara dengan Kode KBLI : 16221, dan Nomor Induk Berusaha (NIB) : 0212210035009, diterbitkan tanggal 2 Desember 2021 oleh Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal RI, tanpa diberitahukan terlebih dahulu kepada Pemohon, untuk mengangkut papan milik UD BENNY dari pelabuhan ke tempat usaha UD BENNY, Termohon membawa mobil dimaksud ke Polsek Pulau Tello dan menginterogasi supir truk bernama Arwan Wau;

 

II.4.   Bahwa ternyata setelah supir bernama Arwan Wau diinterogasi di Polsek Pulau Tello, Termohon kemudian meminta supir bernama Arwan Wau itu untuk membawa truk dimaksud ke Polres Nias Selatan. Setelah supir bernama Arwan Wau diinterogasi lagi, akhirnya yang bersangkutan di pulangkan dengan kewajiban untuk melapor 2 (dua) kali dalam seminggu tanpa kejelasan status yang bersangkutan, sedangkan mobil yang menjadi objek praperadilan tetap ditahan/disita hingga permohonan ini diajukan tanpa kejelasan dan tanpa surat berita acara penyitaan dari Termohon;

 

II.5.   Bahwa Pemohon adalah warga negara Republik Indonesia yang memiliki hak hukum untuk membela kepentingannya serta berhak menuntut keadilan atas perlakuan yang tidak adil, dan merugikan kepentingan hukum Pemohon yang dilakukan oleh Termohon dan menuntut proses hukum itu dilakukan secara adil dan benar atau berdasarkan asas hukum pidana yakni due process of law;

II.6.   Bahwa memperhatikan Putusan Mahkamah Konstitusi RI Nomor 21/PUU-XII/2014, tanggal 28 April 2015 seperti tersebut di atas, maka menurut hemat Pemohon, permintaan pemeriksaan tentang sah atau tidaknya penyitaan diajukan oleh pemilik barang/benda atau pihak dari mana benda itu disita atau kuasanya kepada Ketua Pengadilan Negeri (in casu Pengadilan Negeri Gunungsitoli) dengan menyebutkan alasannya. Singkatnya, Pemohon sebagai Pemilik mobil BK 9394 BM adalah pihak yang memiliki kedudukan hukum (legal standing) untuk mengajukan permohonan Praperadilan ini;

 

DASAR DAN ALASAN, FAKTA-FAKTA DAN DUDUK PERKARA PERMOHON PEMOHON

III.1.  Bahwa keberadaan Lembaga Praperadilan, sebagaimana diatur dalam BAB X Bagian Kesatu KUHAP, secara jelas dan tegas dimaksudkan sebagai sarana kontrol dan pengawasan horizontal untuk menguji melalui Praperadilan tentang keabsahan penggunaan wewenang yang diberikan oleh hukum kepada aparat penegak hukum (in casu Termohon) sebagai upaya koreksi terhadap penggunaan wewenang apabila dilaksanakan atau digunakan secara sewenang-wenang dengan maksud dan/atau tujuan lain diluar dari yang ditentukan secara tegas dalam KUHAP guna menjamin hak asasi setiap orang termasuk dalam hal ini adalah Pemohon;

 

III.2.  Bahwa Lembaga Praperadilan sebagaimana diatur dalam Pasal 77 s/d Pasal 83 KUHAP adalah suatu lembaga yang berfungsi untuk menguji apakah tindakan yang dilakukan oleh penyidik (in casu Termohon) sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan tindakan itu telah disertai dan dilengkapi administrasi penyidikan secara cermat dan tepat atau tidak. Sebab, permohonan Praperadilan dilakukan untuk melihat apakah sah atau tidaknya tindakan penyidik atau penuntut umum dalam melakukan tindakan atau menggunakan wewenangnya dalam penyidikan atau penuntutan. Lebih lanjut bahwa, tujuan praperadilan sebagaimana tersirat dalam Penjelasan Pasal 80 KUHAP yakni untuk menegakkan hukum, keadilan dan kebenaran melalui sarana pengawasan horizontal sehingga makna dari Praperadilan dalam permohonan a quo adalah untuk mengawasi penggunaan wewenang dan tindakan yang dilakukan oleh penyidik/penyelidik (in casu Termohon) terhadap benda yang disita atau diambil alih penyimpanannya atau disimpan di bawah penguasaan Termohon sungguh-sungguh dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dilakukan secara profesional dan bukan tindakan yang bertentangan dengan hukum sebagaimana diatur dalam KUHAP dan/atau peraturan lainnya;

 

III.3.  Bahwa kehadiran Lembaga Praperadilan adalah sebagai upaya untuk mengawasi penggunaan wewenang dari penyidik atau penuntut umum guna menjamin perlindungan Hak Asasi Manusia. Hal ini secara tegas dinyatakan dalam Konsiderans Meninmbang huruf (a) dan huruf (c) KUHAP yang berbunyi sebagai berikut:

a). “Bahwa Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang menjunjung tinggi hak asasi manusia serta yang menjamin segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya” (bold oleh Pemohon);

 

c).   “Bahwa pembangunan hukum nasional yang demikian itu di bidang hukum acara pidana adalah agar masyarakat menghayati hak dan kewajibannya dan untuk meningkatkan pembinaan sikap para pelaksana penegak hukum sesuai dengan fungsi dan wewenang masing-masing ke arah tegaknya hukum, keadilan dan perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia, ketertiban serta kepastian hukum demi terselenggaranya negara hukum sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945” (bold oleh Pemohon);

          Bahwa spirit dan jiwa serta roh KUHAP dalam Konsiderans Menimbang sebagaimana dikutip di atas juga ditegaskan kembali dalam Penjelasan Umum KUHAP, angka 2 paragraf keenam, yakni:

          “… Pembangunan yang demikian itu di bidang hukum acara pidana bertujuan, agar masyarakat dapat menghayati hak dan kewajibannya dan agar dapat dicapai serta ditingkatkan pembinaan sikap para pelaksana penegak hukum sesuai dengan fungsi dan wewenang masing-masing ke arah tegak mantapnya hukum, keadilan dan perlindungan yang merupakan pengayoman terhadap keluhuran harkat serta martabat manusia, ketertiban dan kepastian hukum demi tegaknya Republik Indonesia sebagai negara hukum sesuai dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945”;

 

III.4. Bahwa ketentuan Pasal 1 angka 16 KUHAP menegaskan bahwa:

“Penyitaan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih dan atau menyimpan di bawah penguasaannya benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan dan peradilan”;

 

III.5.  Bahwa agar menjadi sebuah perspektif kepada penegak hukum (ic. Termohon), izinkan Pemohon mengutip pertimbangan Mahkamah Konstitusi dalam Putusannya Nomor 21/PUU-XII/2014, tanggal 28 April 2015, hal.96-97 paragraf [3.14], angka 1 s/d angka 4, dan halaman 104 huruf h, Mahkamah memberikan pertimbangan sebagai berikut:

         

Bahwa Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 menegaskan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Gagasan negara hukum sebagai prinsip umum yang dianut dalam penyelenggaraan negara yang, antara lain, bercirikan prinsip due process of law yang dijamin secara konstitusional. Sejalan dengan hal tersebut maka salah satu prinsip negara hukum adalah adanya pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum;

 

Bahwa asas due process of law sebagai perwujudan pengakuan hak-hak asasi manusia dalam proses peradilan pidana menjadi asas yang harus dijunjung tinggi oleh semua pihak, terutama bagi lembaga-lembaga penegak hukum. Perwujudan penghargaan hak asasi tersebut terlaksana dengan memberikan posisi yang sama, termasuk dalam proses peradilan pidana, khususnya bagi tersangka, terdakwa maupun terpidana dalam mempertahankan hak-haknya secara seimbang;

 

Negara hukum yang telah diadopsi dalam UUD 1945 meletakkan suatu prinsip bahwa setiap orang memiliki hak asasi  (HAM), yang dengan demikian mewajibkan orang lain, termasuk di dalamnya negara, untuk menghormatinya. Bahkan secara konstitusional, ketentuan konstitusional tentang HAM tersebut dalam perspektif historis-filosofis dalam pembentukan negara dimaksud untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan berdasarkan kemanusiaan yang adil dan beradab [vide Pembukaan UUD 1945]. Oleh karena itu, negara berkewajiban untuk memberikan perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan terhadap HAM [vide Pasal 28I ayat (4) UUD 1945]. Prinsip sebagaimana diuraikan di atas, melahirkan suatu prinsip yang lain, yaitu bahwa proses peradilan dalam perkara pidana harus sampai pada kebenaran materiil, suatu kebenaran yang di dalamnya tidak terdapat lagi keraguan. Dari prinsip yang demikian lahir pula prinsip dalam proses peradilan pidana, yaitu, “lebih baik membebaskan orang yang bersalah daripada menjatuhkan pidana kepada seseorang yang tidak bersalah”. Di dalam ungkapan tersebut terdapat makna yang dalam, bahwa ketika pengadilan menjatuhkan putusan yang menyatakan seseorang bersalah dan karena itu dijatuhi pidana haruslah benar-benar didasarkan pada suatu fakta hukum yang diyakini sebagai suatu kebenaran. Kalau tidak demikian maka akan terjadi bahwa negara melalui pengadilan pidana telah melanggar HAM, padahal secara konstitusional negara melalui proses peradilan justru harus melindungi HAM [vide Pasal 24 ayat (1) UUD 1945];

 

Kewajiban negara untuk menegakkan dan melindungi HAM sesuai prinsip negara hukum yang demokratis mengharuskan pelaksanaan HAM dijamin, diatur, dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan [vide Pasal 28I ayat (5) UUD 1945). Hukum acara pidana merupakan salah satu implementasi dari penegakan dan perlindungan HAM sebagai ketentuan konstitusional dalam UUD 1945. Hal demikian sesuai pula dengan salah satu prinsip negara hukum yang demokratis, yaitu due process of law;

         

Huruf h:

“Bahwa hakikat keberadaan pranata praperadilan adalah sebagai bentuk pengawasan dan mekanisme keberatan terhadap proses penegakan hukum yang terkait erat dengan jaminan perlindungan hak asasi manusia, sehingga pada zamannya aturan tentang praperadilan dianggap sebagai bagian dari mahakarya KUHAP. Namun demikian, dalam perjalanannya ternyata lembaga praperadilan tidak dapat berfungsi secara maksimal karena tidak mampu menjawab permasalahan yang ada dalam proses pra-ajudikasi. Fungsi pengawasan yang diperankan pranata praperadilan hanya bersifat post facto sehingga tidak sampai pada penyidikan dan pengujiannya hanya bersifat formal yang mengedepankan unsur objektif, sedangkan unsur subjektif tidak dapat diawasi pengadilan. Hal itu justrupenyebabkan praperadilan terjebak hanya pada hal-hal yang bersifat formal dan sebatas masalah administrasi sehingga jauh dari hakikat keberadaan pranata praperadilan” [bold oleh Pemohon].

 

III.6.  Bahwa berdasarkan dasar dan argumentasi di atas, maka Pemohon menjelaskan sebagai berikut:

 

Bahwa norma Pasal 1 angka 16 KUHAP dengan tegas mengatakan bahwa “Penyitaan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih dan atau menyimpan di bawah penguasaannya benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan dan peradilan”;

 

Bahwa ternyata Penyelidik atau Penyidik atau Termohon telah mengambil alih dan atau menyimpan di bawah penguasaannya benda bergerak berupa mobil truk nomor polisi BK 9394 BM tidak dalam rangka kepentingan pembuktian dalam penyidikan sehingga tindakan Termohon tersebut adalah suatu tindakan sewenang-wenang, tidak adil, inkonstitusional, melanggar hukum dan hak asasi manusia serta tidak sesuai dengan salah satu prinsip negara hukum yang demokratis, yaitu due process of law. Perbuatan yang demikian wajib dikoreksi dan meminta perlindungan hukum melalui pranata praperadilan untuk lebih efektif dan efesien daripada upaya melaporkan kepada institusinya sendiri [vide pertimbangan hukum Mahkamah hal 105 huruf j dalam Putusan Nomor 21/PUU-XII/2014, bertanggal 28 April 2015];

 

III.7. Bahwa asal muasal penyitaan atau mengambil alih dan atau menyimpan di bawah penguasaan Termohon benda bergerak berupa mobil dengan nomor polisi BK 9394 BM milik Pemohon adalah sebagai berikut:

 

Bahwa pada hari Sabtu, 2 April 2022, sekira pukul 16.00 Wib, Benny Juniman Butar-Butar (ic. Pemilik UD BENNY) meminta Arwan Wau (Supir) dan 3 pekerja lainnya untuk menjemput kayu miliknya di Desa Hiliotalua Pulau Telo. Kayu yang hendak dijemput adalah kayu olahan dalam bentuk papan dengan ukuran kurang lebih 4 meter sebanyak 205 lembar;

 

Bahwa di tengah perjalanan, kondisi mobil pick-up  yang menjemput papan kayu itu tidak memungkinkan untuk melanjutkan perjalanan karena supir takut mobil terbalik, maka Arwan Wau (supir) menyuruh temannya (pegawai UD BENNY) menghubungi Benny Juniman Butar-Butar melalui telepon seluler dengan maksud untuk menceritakan keadaan mereka. Dalam komunikasi tersebut, Benny Juniman Butar-Butar kemudian meminta Arwan Wau (supir) untuk memindahkan (atau istilah supir: melangsir) papan kayu itu yang ada di mobil pick-up ke mobil truk Mitsubishi Cold Diesel Ps-120 dengan BK 9394 BM, mobil milik Pemohon yang terparkir di Pelabuhan Tello, tanpa sepengetahuan dari Pemohon. Setelah dipindahkan, Benny Juniman Butar-Butar selaku pemilik papan kayu, meminta Arwan Wau dan anggotanya untuk membawa papan dimaksud ke gudang UD BENNY (panglon). Namun karena Arwan Wau (supir) kakinya terluka dan karyawan UD BENNY lelah dan tidak sanggup untuk membawa papan kayu dimaksud dan dibongkar di gudang UD BENNY, maka papan kayu itu ditinggal saja di

atas mobil truk Mitsubishi Cold Diesel Ps-120 dengan BK 9394 BM (mobil milik Pemohon) dan parkir di pelabuhan Pulau Tello, sedangkan Arwan Wau (supir) tidur di dalam mobil tersebut;

Bahwa keesokan harinya, Minggu, 3 April 2022, kira-kira pukul 16.30 Wib, ada 3 orang anggota Polsek Pulau Telo datang ke pelabuhan dan menanyakan kepada Arwan Wau (supir) siapa pemilik mobil truk, siapa supirnya dan siapa pemilik papan kayu yang ada di atas mobil Truk. Arwan Wau menjawab bahwa dia supir mobil truk dari Teluk Dalam dan kayu yang ada di atas mobil punya Benny Juniman Butar-Butar, karena Benny Juniman Butar-Butar yang menyuruh Arwan Wau. Setelah itu Polisi mengambil kunci, STNK, buku speksi mobil truk lalu mengajak Arwan Wau ke tempat Benny Juniman Butar-Butar (pemilik UD BENNY). Di tempat Benny Juniman Butar-Butar, polisi dari Polsek P. Tello meminta surat izin UD BENNY, dan Benny Juniman Butar-Butar menyerahkan surat izinnya dan dokumen pendukung lainnya kepada polisi dari Polsek P. Tello;

 

Bahwa setelah selesai dari tempat Benny Juniman Butar-Butar (pemilik UD BENNY), polisi dari Polsek P. Tello mengajak Arwan Wau ke kantor Polsek P. Tello. Karena Arwan Wau belum makan, maka Arwan Wau minta izin untuk makan terlebih dahulu, tetapi polisi kemudian mengatakan tidak usah makan, nanti saja di kantor, karena ini cepat. Akhirnya, Arwan Wau mengikut saja. Tidak lama kemudian Benny Juniman Butar-Butar juga di bawa ke Polsek P. Tello. Di Polsek Pulau Telo, Arwan Wau dimintai keterangan dan atau diinterogasi, dengan menanyakan kenapa mobil truknya tidak berangkat ke Teluk Dalam, serta punya siapa kayu yang ada di atas mobil. Jawab Arwan Wau, saya tidak tau, yang saya tau Benny Juniman Butar-Butar menyuruh saya jemput kayu miliknya, dan diantarkan ke panglon miliknya (baca: gudang UD BENNY);

 

Bahwa pemeriksaan terhadap Arwan Wau dan Benny Juniman Butar-Butar selesai sekira pukul 21.00 Wib, dan Arwan Wau di suruh tanda tangani BAP, tanpa dimengerti apa yang ditandatanganinya karena yang bersangkutan kurang bisa mengerti bahasa Indonesia, dan atau kurang bisa membaca, menulis dalam bahasa Indonesia. Mereka berdua malam itu di amankan di Polsek Pulau Telo. Kata orang Polsek, ini perintah Kanit Tipiter dari Polres, dan menurut Udang-undang, polisi bisa dan berhak menahan orang 1x24 jam;

 

Bahwa selanjutnya, pada hari Senin, 4 April 2022, Kanit Tipiter an. David Pangaribuan SH beserta polisi bermarga Wau dari Polres Nias selatan datang ke Polsek Pulau Telo. Kira-kira pukul 19.00 Wib, Kanit Tipiter, David Pangaribuan, S.H., memanggil Arwan Wau ke ruangan untuk di mintai keterangan atau diinterogasi kembali, dan di situ kembali di pertanyakan, punya siapa papan kayu yang di atas mobil truk. Arwan Wau mengatakan, setahu saya pemiliknya adalah orang yang menyuruh saya, yaitu Benny Juniman Butar-Butar. Lalu, Kanit Tipiter, David Pangaribuan berkata kembali kepada Arwan Wau, tolong jujur punya siapa kayu itu, kalau kamu tidak jujur, ku tembak kau, sambil Kanit Tipiter David Pangaribuan mengeluarkan pistolnya yang ada di pinggang. dengan cara mengangkat dan mengkhadapkannya ke atas, namun sekali lagi Arwan Wau memberikan jawaban, bahwasannya siapa yang suruh saya, berarti dialah yang punya kayu itu, dan yang suruh saya adalah  Benny Juniman Butar-Butar pemilik UD BENNY (panglon). Kemudian, mereka pindah ke ruangan lain, dan di sana kembali di tanyakan pertanyaan yang sama, dan Arwan Wau pun menjawab dengan jawaban yang sama pula. Tetapi, David Pangaribuan kembali mengatakan, Arwan Wau, tolong jujur, kalau tidak jujur nanti kamu yang rusak. Lalu ditanyakan berapa kubik kayu yang di atas mobil truk, Arwan Wau menjawab, saya tidak tau kubiknya, yang saya tahu ada 205 lembar papan. Kata David Pangaribuan kepada Arwan wau, saya pemain kayu, saya juga jual kayu, tolong jujur saja, sama siapa kayu ini. Dan, Arwan Wau kembali mengatakan jawaban  yang sama, seperti di atas. Setelah itu, Arwan Wau kembali di suruh tandatangani BAP, tanpa membaca dan memahami isi BAP tersebut. Setelah itu Arwan Wau minta izin kepada polisi yang pertama menahan dia, untuk mandi dan istirahat sekalian mau jaga mobil di pelabuhan, karena dia sudah diamankan selama 1 hari 1 malam. Tetapi kata pak Polisi itu (Arwan Wau tidak tahu namanya), tidak bisa karena kamu ada masalah. Akhirnya, malam itu Arwan Wau tidur di lantai ruang pemeriksaan tanpa tikar dan bantal;

 

Bahwa pada hari Selasa, 5 April 2022, David Pangaribuan, S.H., menyuruh Arwan Wau menaikan mobil nomor polisi BK 9394 BM ke Kapal KMP. Simeulue menuju Teluk Dalam. Setelah selesai parkir mobil di atas kapal, kunci mobil truk BK 9394 BM di ambil kembali oleh David Pangaribuan, S.H. Kira-kira pukul 16.30 Wib, kapal sampai  di dermaga Teluk Dalam, dan Arwan Wau (supir) di suruh bawa mobil ke Polres Nias Selatan, tetapi karena tidak ada tempat parkir di sana, maka mobil di pindahkan di Pos Polantas Nias Selatan;

 

Bahwa setelah sampai di kantor Termohon, Arwan Wau kembali diinterogasi atau dimintakan keterangan lagi. Pemeriksaan dilakukan oleh David Pangaribuan, S.H., dan berlangsung dari pukul ± 18.00 Wib hingga pukul 24.00 Wib, setelah itu masih dilanjutkan lagi oleh anggota Termohon lainnya yang ada di ruangan itu dan tidak diketahui namanya oleh Arwan Wau. Lalu, Arwan Wau bertanya kepada penyidik/penyelidik yang menggantikan Kanit Tipiter, David Pangaribuan, S.H., kenapa proses BAP ini terjadi berkali-kali dan lama, saya sudah di BAP mulai dari hari minggu , 3 April 2022 sampai Selasa, 4 April 2022 hingga malam, tapi tidak selesai selesai. Penyidik/Penyelidik itu cuma bilang sabar, biar Pak David Pangaribuan datang. Malam itu kira-kira pukul 01.00 wib dini hari, Kanit Tipiter, David Pangaribuan, S.H., datang lagi ke kantor Termohon. Karena lelah dan pusing kepala, Arwan Wau mengatakan kepada Penyidik/Penyelidik tadi,  kalau begini-begini saja, lebih baik bapak tembak saya, saya setress di sini. Tak lama kemudian, Arwan Wau di suruh tidur di atas tikar di ruangan Kanit Tepiter;

Bahwa lebih jauh, pada hari Rabu 6 April 2022, pagi setelah Arwan Wau sarapan, kembali yang bersangkutan di periksa di ruangan kanit Tepiter

oleh penyidik/penyelidik bermarga Wau, dan di berikan pertanyaan yang sama lagi, dan Arwan Wau pun jawabannya tidak berubah, bahwasanya yang ia (Arwan Wau) tahu bahwa papan kayu itu adalah milik Benny Juniman Butar-Butar, karena yang menyuruh mengambil papan kayu itu adalah Benny Juniman Butar-Butar pemilik UD BENNY (panglon. Setelah itu, penyidik/penyelidik bermarga Wau bertanya, ada nomor handphone orang tuamu? Kata Arwan Wau tidak ada, karena saya tidak punya handphone, kalau mau hubungi orang tua saya, melalui Pak Kades saja. Lalu, penyidik/penyelidik bermarga Wau tersebut menelepon Kades untuk bisa menginformasikan ke orang tua Arwan Wau, bahwa Arwan Wau sudah diamankan di Polres Nias Selatan. Sorenya Ibu Arwan Wau datang ke kantor Termohon, tapi tidak bertemu dengan Arwan Wau, karena Arwan Wau d amankan di dalam ruangan kanit Tipiter dan hal itu tidak diketahui oleh orang tua Arwan Wau. Akhirnya Ibu Arwan Wau kembali ke kampungnya;

 

Bahwa pada hari Kamis, 7 April 2022, pagi hari pukul 09.00 Wib, penyidik/penyelidik bermarga Wau, menginformasikan kepada Arwan Wau, bahwa hari ini orang tuanya mau datang menjemput. Setelah orang tua Arwan Wau  sampai di ruangan Kanit Tepiter, maka Kanit David Pangaribuan, S.H., menyampaikan bahwa kalau mau bebas, Ibu Arwan Wau harus  menjamin dan Arwan Wau diharuskan untuk wajib lapor 2 x seminggu di Kanit Tipiter. Setelah itu, Arwan Wau dan ibunya di suruh tanda tangan berkas, dan mereka tandatangani berkas tanpa tahu dan mengerti apa yang di tandatangani. Sampai permohonan praperadilan ini diajukan, Arwan Wau di haruskan wajib lapor dan mobil truk disita atau berada di bawah penguasaan Termohon tanpa kejelasan status mobil BK 9394 BM tersebut;

 

III.8. Bahwa berdasarkan uraian fakta-fakta sebagaimana disampaikan di atas, maka menurut hemat Pemohon, Termohon telah menyalahgunakan kewenangan, telah melanggar hak asasi Pemohon. Tindakannya menahan atau mengambil alih dan/atau menempatkan mobil BK 9394 BM di bawah penguasaannya adalah tidak sah, melanggar hukum dan sewenang-wenang dan tidak dalam rangka kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan dan peradilan. Tidakan itu tanpa berita acara penyitaan, tanpa dokumen apapun dan tanpa adanya batas waktu yang jelas, sehingga Pemohon dipaksa oleh Termohon untuk menerima pengambil-alihan mobil itu tanpa tersedianya kesempatan baginya untuk melakukan upaya hukum untuk menguji legalitas dan kemurnian tujuan dari penyitaan atau pengambil-alihan dan/atau penempatan mobil BK 9394 BM di bawah penguasaan Termohon. Padahal, hukum harus mengadopsi tujuan keadilan dan kemanfaatan secara bersamaan sehingga jika kehidupan sosial semakin kompleks maka hukum perlu lebih dikonkretkan secara ilmiah dengan mengacu pada ketentuan-ketentuan, prosedur-prosedur atau tata cara sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan mengedepankan prinsip kehati-hatian dalam melakukan suatu tindakan hukum kepada masyarakat (termasuk kepada Pemohon);

PERMOHONAN

Bahwa berdasarkan seluruh uraian tersebut di atas, maka sudah seharusnya menurut hukum Pemohon memohon agar Pengadilan Negeri Gunungsitoli berkenan menjatuhkan Putusan sebagai berikut:

Menyatakan menerima dan mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya;

Menyatakan tindakan Termohon yang menyita atau mengambil-alih dan atau menempatkan mobil truk Mitsubishi Cold Diesel Ps-120 dengan BK 9394 BM di bawah penguasan Termohon adalah tidak sah menurut hukum, cacat hukum dan merupakan perbuatan sewenang-wenang dan melanggar hak asasi Pemohon dengan segala akibat hukum yang timbul daripadanya;

Menyatakan memerintahkan Termohon wajib mengembalikan mobil truk Mitsubishi Cold Diesel Ps-120 dengan BK 9394 BM kepada Pemohon atau kepada siapa mobil tersebut disita tanpa syarat apapun;

Menghukum Termohon untuk membayar biaya perkara yang timbul dalam perkara a quo.

Atau, apabila Yang Mulia Bapak Ketua Pengadilan Negeri Gunungsitoli cq. Yang Mulia Hakim Pemeriksa permohonan praperadilan ini berpendapat lain, mohon Putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono).

Pihak Dipublikasikan Ya